Review Film - Rectoverso 'Cinta yang Tak Terucap'

I think Rectoverso movie, like.......

Dewi Lestari better known as Dee, adalah penulis sekaligus penyanyi asal Indonesia. Salah satu karya buku dari Dee adalah Rectoverso. Rectoverso ini merupakan paduan dari fiksi dan musik. Tema yang diusung adalah Sentuh Hati dari Dua Sisi. Recto Verso adalah pengistilahan untuk dua citra yang seolah terpisah tetapi sesungguhnya satu kesatuan dan saling melengkapi. At last, buku karangan Dee ini dijadikan film oleh Produser Marcella Zalianty dan Eko Kristianto.




Rectoverso adalah sebuah film omnibus atau antologi bernuansa cinta yang rilis pada 14 Februari 2013. For your information, film antalogi adalah film yang terdiri dari beberapa cerita, bisa saling berhubungan ataupun tidak berhubungan sama sekali. Biasanya setiap cerita punya satu jalan merah, bisa berupa tempat, barang, atau pun tema cerita. Rectoverso pun memiliki tema cerita yang sama dari beberapa cerita yang ada, yaitu tentang cinta. So, we can call rectoverso movie as omnibus or antaloghy movie.

In my opinion, Dee sukses buat cerita-cerita sederhana ini menjadi tidak sederhana. I think, its awesome, right? Alasannya adalah, diksi dan gaya bahasa yang dituangkan dalam film ini buat para penontonnya, like me, bisa larut ke dalam ceritanya. More and more, lirik-lirik lagu yang jadi backsound dalam film ini dibuat sengaja agar film tersebut semakin menambah penonton larut ke dalam ceritanya, or kalau anak muda zaman sekarang bilangnya makin 'baper'.

Dari kesebelas cerita yang ada di dalam novel, yang diangkat menjadi film hanya lima film saja. Kelima cerita tersebut pun disutradarai oleh kelima aktris cantik yang sudah tidak asing lagi. Para pemainnya pun sangat menarik dalam film ini dan tidak perlu ragu lagi karena para pemainnya mayoritas adalah artis dan aktris senior papan atas Indonesia. Like me, kalian pun sepertinya tidak akan kecewa melihat akting-akting mereka dalam film ini. Kelima cerita yang difilmkan tersebut adalah Malaikat Juga Tahu (Angel Knows), Firasat (Premonition), Cicak di Dinding (Lizard on the Wall), Curhat Untuk Sahabat (Stories for My Best Friend), dan Hanya Isyarat (It's Only a Sign).


First story, Malaikat Juga Tahu...

Cerita ini disutradarai oleh Marcella Zalianty yang sekaligus produser juga dalam film ini. Lalu, penulis skenarionya adalah Ve Handojo. Abang (Lukman Sardi) adalah penderita autism yang tinggal dengan ibunya yang memiliki kost-kostan. Salah satu anak kost adalah Leia (Prisia Nasution), satu-satunya yang bisa mengerti Abang. Abang jatuh cinta padanya sementara Bunda (ibu Abang) sangat cemas karena tahu hubungan yang diharapkan Abang tidak akan pernah terjadi. Kecemasan Bunda bertambah ketika Han, adik Abang, datang. Hubungan Leia dan Han pasti akan membuat Abang terluka.

Di tengah autisme-nya, Abang (Lukman Sardi) yang mengurus kost-kostan milik Bunda-nya (Dewi Irawan) diam-diam menyimpan rasa pada Leia (Prisia Nasution), salah satu anak kost yang memberinya perhatian lebih. Namun kehadiran Han (Marcell Domits), adik Abang yang mencuri hati Leia, membuat kekhawatiran Bunda selama ini memuncak. Dan taruhannya adalah hati Abang.

Lewat skrip Ve HandojoMarcella Zalianty mengantarkan segmen paling memikat dari keseluruhannya. Bukan saja karena lagu itu, yang dalam film ini menghadirkan versi Glenn Fredly, memang kelewat monumental, one of the greatest Indonesian lovesongs ever written, tapi lebih dari itu, karakter remarkable Lukman Sardi sebagai penderita autisme dari videoklipnya, akhirnya mendapatkan kisahnya lewat visual lebih. Dan Lukman, dalam penampilan terbaik di sepanjang karirnya,  memainkan karakter Abang dengan kecermatan pendalaman yang luarbiasa. Dengan simbol-simbol dan akting luarbiasa itu, we’ll feel him, understand him and even hurt for him. Jangan lupakan juga penampilan Prisia Nasutiondan mostlyDewi Irawan, dalam interaksi akting yang dengan dahsyat meluluhlantakkan hati semua penontonnya di scene-scene akhir segmen ini. A very, very, heartbreaking one.


"Abang mencintai kamu tidak cuma dengan hati. Tapi seluruh jiwanya. Bukan basa-basi surat cinta, tidak cuma rayuan gombal, tapi fakta. Dia cinta kamu tanpa pilihan. Seumur hidupnya."
Ibunda Abang - Malaikat Juga Tahu


Second story, Firasat...

Senja (Asmirandah) bergabung dalam Klub Firasat, dimana setiap minggu para anggotanya berkumpul untuk berbagi cerita dan berbagai pertanda. Senja bergabung ke dalam klub itu karena ia selalu mendapat firasat setiap akan ditinggal oleh orang terdekatnya. Ini terjadi sebelum bapak dan adiknya meninggal dunia dalam kecelakaan. Alasan lain yang lebih kuat adalah pemimpin Klub Firasat yang bernama Panca (Dwi Sasono). Seorang lelaki kharismatik yang ketajaman intuisi dan pengalamannya soal mendalami firasat begitu mengagumkan. Senja jatuh cinta pada Panca. Hingga suatu saat ia mendapat firasat buruk bahwa seseorang akan meninggal.


Sebuah kisah unik dibalik lagu yang juga sama uniknya. Bahwa firasat tak pernah berbohong buat orang-orang yang kita cintai. Skrip Indra Herlambang dalam penyutradaraan Rachel Maryam ini mungkin tak terlalu spesial, tapi Asmirandah dan Dwi Sasono bermain dalam chemistry yang cukup baik, dan ada penampilan Widyawati disini. Twist di ending-nya juga muncul dengan tone heartbreaking yang cukup kuat.

"Kamu hanya perlu menerima. Ketika belum terjadi, terima firasatnya. Ketika sudah terjadi, terima tejadiannya. Menolak, menyangkal cuma bikin kamu lelah."
Panca - Firasat


Third story, cicak di dinding...

Di suatu malam, Taja (Yama Carlos), seorang pelukis muda yang masih lugu, bertemu dengan Saras (Sophia Latjuba), seorang perempuan free-spirit yang jauh lebih tahu dan lebih berpengalaman. Saras memberikan malam yang sangat berkesan saat itu. Tanpa direncanakan, mereka bertemu lagi. Kali ini mereka berusaha membangun pertemanan, meskipun akhirnya Taja tak kuasa untuk jatuh cinta pada Saras. Saras memutuskan untuk pergi, menghilang dari hidup Taja, dan meminta Taja untuk tidak mencarinya. Enam tahun kemudian, Taja yang sekarang telah menjadi pelukis terkenal bertemu Saras di pamerannya, namun Saras membawa kejutan yang menentukan hidup mereka berdua.

Dari Cathy Sharon dan skrip Ve Handojo, ‘Cicak Di Dinding’ tampil secantik latar tema lukisannya. Comeback Sophia Latjuba terasa fresh dibalik karakterisasi yang pas, Yama Carlos dan Tio Pakusadewo ikut memberi warna bersama cameo ke-5 sutradaranya plus Julie Estelle, tapi yang paling menarik adalah simbol cicak dan theme song unik dari Dira Sugandi untuk menjelaskan tema lust and love dalam segmennya. It's beautiful!


"Kalau kita minum yang pahit, kita jadi ingat kalau diluar sana ada yang manis."
Andre - Cicak di dinding


Fourth story, Curhat buat Sahabat...

Love doesn't come until you realize it. Meskipun berbeda sifat, Amanda yang supel dan ceria mampu menjalin persahabatan dengan Reggie yang sabar, kalem, dan siap mendengarkan curhat Amanda kapanpun itu. Kapanpun Amanda butuhkan, Reggie selalu hadir. Suatu saat, Amanda jatuh sakit. Ia sadar bahwa tidak ada satu orangpun yang bisa ia mintai tolong bahkan pacarnya. Hanya Reggie yang bisa menolongnya. Pertolongan Reggie membuat Amanda menyadari bahwa yang ia butuhkan selama ini hanyalah orang yang menyayangi dia apa adanya dan orang tersebut adalah Reggie. Namun di lain pihak, diam-diam Reggie mulai menyadari bahwa cinta ini sudah terlalu tua untuk dirinya.

A runner-up between all segments. Dari sutradara Olga Lydia dan skrip Ilya Sigma – Priesnanda Dwi Satria, segmen ini begitu bersinar dengan penampilan lepas Acha Septriasadan dukungan Indra BirowoFlashback-flashbacklove symbols-nya, dan theme song yang dinyanyikan Acha Septriasa bersama penampilan khusus Tohpati bergulir menarik mengantarkan tema miris dan menyentuh tentang sebuah ketulusan hati bernama cinta. Satu yang mungkin paling sering dialami banyak orang.

"Sebotol mahal anggur putih ada di depan matamu, tapi kamu tak pernah tahu. Kamu terus menanti segelas air putih."
Acha - Curhat buat Sahabat


Last story, Hanya Isyarat...

Lima orang backpackers bertemu lewat forum milis. Meskipun baru beberapa hari bertemu, Tano, Dali, Bayu dan Raga tampak sudah akrab bagaikan sahabat lama, amat kontras dengan Al yang selalu menyendiri dan menjaga jarak. Diam-diam, Al telah jatuh cinta pada Raga, sosok yang selama beberapa hari ini hanya mampu dikagumi dari kejauhan siluet punggungnya saja.

Di suatu malam, kelima orang ini mengadakan permainan kecil, yaitu berlomba menceritakan kisah paling sedih yang mereka punya. Saat Raga menceritakan kisahnya, Al semakin terpukul. Meskipun Al keluar sebagai pemenang, namun Al semakin terseret pada daya tarik Raga, lelaki yang mungkin tak akan pernah ia miliki selamanya karena sebuah rahasia besar dalam diri Raga.

Penyutradaraan Happy Salma dan skrip dari Key Mangunsong bergulir puitis di segmen yang juga punya simbolisme sangat poetical ini. Dari dialog ngalor ngidul penuh metafora hingga ke konklusi akhirnya yang cukup hurtful, ‘Hanya Isyarat’ juga bisa jadi menarik. Amanda Soekasah dan Hamish Daud muncul jadi pencuri perhatian yang memikat disini, bersama theme song berjudul sama dari Drew.

"Sahabat saya adalah orang yang berbahagia. Ia menikmati punggung ayam tanpa tahu ada bagian lain. Ia hanya mengetahui apa yang sanggup ia miliki. Sementara saya adalah orang yang paling bersedih, karena saya mengetahui apa yang tidak sanggup saya miliki."
Al - Hanya Isyarat

Ok. I could easily say, bahwa dalam treatment omnibus yang melengkapi antologi hybrid karya Dee, di tangan lima sutradara wanita ini, ‘Rectoverso’ adalah sebuah kesuksesan. Bahwa mereka bisa membaca makna mendalam dari tiap filosofi sisi-sisi hati dalam kisahnya, dengan visualisasi dibalik kerja sinematografi Yadi Sugandi yang cantiknya bukan main, itu hebat. Ensemble cast-nya tak main-main, soundtrack-nya se-menawan lagu-lagu yang ditulis Deescoring dari Ricky Lionardi juga membawa emosi dan hampir setiap segmen punya kelebihan dalam tiap sentuhannya yang berbeda.

Namun yang paling layak mendapat kredit teknis adalah editing dari Cesa David Lukmansyah dan Ryan Purwoko dalam meracik interwave omnibus ini dengan kontinuitas yang rapi di tiap perpindahan adegannya. Lebih dari sebuah omnibus biasanya, penyatuan penggalan-penggalan segmen ini mampu mengantarkan kita lebih dalam ke sebuah heartbreaking experience yang sangat menyentuh. You’ll fall in love and even cry with it, hingga scene-scene ending tiap segmennya bergantian menggempur kita dengan twist berisi konklusi tentang hati dibalik penempatan lagu-lagu yang diakhiri dengan ‘Firasat’ versi Raisa di guliran end credits-nya. Then trust me, you’ll be on your verge of breaking downNow see it with hearts, agar maknanya kian terasa. Dan Malaikat pun akan tahu, bahwa ‘Rectoverso’ itu cemerlang, rupawan, juga juara!

So, kesimpulannya film ini adalah salah satu film nuansa cinta terbaik yang ada di Indonesia. Entah memang Dee sukses dalam novelnya, dan para sutradara yang memfilmkannya pun sukses menvisualisasikannya. Dan ini jadi salah satu rekomendasi film Indonesia nuansa cinta buat kalian. Jangan lupa ditonton yaa!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang "Eko Prasetyo" Penulis Kristis yang Minimalis

Ikhtiar Review - Jurnal PAI